Jangan Membanggakan Amalan
(مِنْ عَلَامَةِ الْاِعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلَلِ)
”Di antara tanda bergantung dengan amal shaleh adalah kurangnya harapan ketika melakukan kemaksiatan”
(Ibn Athaillah al-Sakandary dalam al-Hikam)
***
Kadang-kadang, ketika seorang muslim melakukan berbagai amal shaleh, dia menyangka bahwa itu cukup untuk menyelamatkannya dari api neraka dan memasukkannya ke dalam surga Allah Swt. Ia bergantung dengan amalan-amalannya itu.
Ketika ia melakukan suatu kemaksiatan, maka ia hanya cuek-bebek saja. Dalam fikirannya, semua itu akan tergantikan oleh amalan-amalan shaleh yang selama ini dllakukannya. Ia menggantungkan harapannya dengan amalan-amalan itu dan mengurangi rasa harapnya kepada Allah Swt.
Sebenarnya, ini adalah sebuah kesalahan besar. Seorang muslim tidak akan pernah memasuki Surga-Nya dengan amalan-amalannya saja, akan tetapi dengan rahmat-Nya. Selain itu, tidakan seperti ini juga merupakan sebuah bentuk kesyirikan, karena menggantungkan harapan dengan selain-Nya. Padahal dalam setiap shalat, kita melantukan: Kepada-Mu kami menyembah, dan kepada-Mu lah kami meminta tolong.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, bahwa seorang Ahli Ibadah ditanya ketika berada di dekat Mizan, "Apakah engkau ingin masuk surga dengan amalanmu atau rahmat-Ku?" Karena laki-laki ini merasa yakin dengan amalan-amalan yang selama ini dilakukannya, maka dia menjawab, "Dengan amalan-amalanku." Taktala ditimbang, ternyata amalan-amalannya itu tidak mampu memasukkannya ke dalam surga, sehingga ia dilemparkan ke dalam Neraka.
Dalam riwayat lain dijelaskan, bahwa seorang pembunuh 99 jiwa dimasukkan oleh Allah Swt ke dalam surga-Nya, padahal ia belum melakukan amal shaleh sedikitpun. Begitu juga halnya dengan seorang pelacur yang berhak memasuki surga-Nya, itu hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan. Semua itu semata-mata karena rahmat Allah Swt.
Seorang mukmin sejati yang mengenal Tuhannya, selalu melihat kepada Tuhannya, bukan amalan-amalannya. []