Ketaatan Merupakan Karunia Allah Swt
لَا تُفْرِحْكَ الطَّاعَةُ لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنْكَ, وَافْرَحْ بِهَا لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنَ اللهِ إِلَيْكَ. قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ وَبِذَلِكَ فَالْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Janganlah engkau bahagia, karena engkau bisa melakukan ketaatan. Berbahagialah karena ia adalah karunia Allah Swt untukmu. Katakanalah, dengan karunia-Nya dan rahmat-Nya, maka hendaklah kalian berbahagia. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(Ibn Athaillah al-Sakandari)
[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]
Janganlah Anda merasa senang, karena Anda telah melakukan ketaatan yang merupakan sumber kebahagiaan hakiki. Ini merupakan sifat egoisme dan merasa hebat. Semua yang Anda lakukan itu adalah atas kehendak-Nya.
Oleh karena itu, berbahagialah karena Dia telah memberikanmu nikmat ketaatan, sehingga Anda bisa mengerjakan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan sebagainya.. Jikalau bukan karena karunia-Nya, maka Anda tidak akan bisa melakukan semua itu.
Sebagai hamba, seharusnya kita melihat-Nya dalam segala perbuatan yang kita lakukan, bukan melihat kepada diri sendiri. Jikalau melihat-Nya, maka kita akan merasa hina dan kecil, serta tidak mampu melakukan apapun. Sedangkan jikalau kita melihat kepada diri sendiri, maka kita akan congkak dan sombong. Kita merasa, seolah-olah semua ketaatan itu adalah jerih payah sendiri, tidak ada intervensi siapapun. Ini adalah sebuah kesalahan besar dan harus dibuang sejauh-jauhnya.